Tags: bxb, supv. PWP, explicit sexual content, kissing, anal fingering, nipple plays, hand jobs, exhibitionism kink, public sex, anal sex, car sex, raw sex, multiple orgasms, butt slapping

[.]

Pukul dua dini hari kala tangan Kavin ditarik oleh sang kekasih untuk menuruti keinginannya. Tanpa menolak dan hanya bertanya mau kemana dengan jawaban singkat jalan-jalan, Kavin bergegas mengambil kunci mobilnya dan mengikuti kekasih cantiknya itu. Kavin menduga jika sang kekasih tengah dalam mood yang buruk, terlihat dari bibirnya yang cemberut meski Kavin sungguh tidak tahu alasan dibalik majunya bibir manis itu. Dan selama perjalanan ke arah mobilnya, Levi tak melepaskan dirinya dari pelukan Kavin. Menempel erat dengan wajah yang dibenamkan pada ceruk leher Kavin. Tentu, tangan Kavin melingkar nyaman di pinggang ramping kekasihnya. Mengelusnya pelan, menenangkan.

Tak ada sepatah kata pun terucap dari bibir keduanya, dan Kavin memilih untuk bungkam. Takut jika kata yang terucap akan malah membuat Levi jauh lebih marah. Jalanan lengang membuat hening semakin terasa. Lima belas menit berlalu, tangan Kavin yang bebas masih menggenggam tangan kekasihnya, mengelusnya beberapa kali. Secercah harapan menyapa kala tangannya digenggam balik, berharap jika Levi akhirnya membuka mulut untuk mengeluarkan seluruh pikirannya.

“Wanna get an ice cream?” tanya Kavin. Memecah hening, menoleh sebentar, menunggu jawaban. Levi masih bungkam, pandanganya masih pada jalanan yang cukup sepi dengan jendela yang terbuka. Jaket yang disampirkan oleh Kavin sebelum mereka berangkat tak berdaya, diacuhkan oleh si pemakai yang masih berfokus entah kemana.

Mcd ada varian es krim baru. Mau coba, Sayang?”

Kavin kembali bertanya dan kekasihnya menoleh. Memberikan anggukan sebagai jawaban. Kavin tersenyum, kakinya langsung menginjak pedal gas, menuju ke gerai terdekat.

Memesan dan mendapatkan es krim untuk kekasihnya, Kavin kembali menyetir. Masih berharap dengan menyantap es krim itu akan membuat Levi mau berbicara. Bermenit-menit telah berlalu dengan cepat, Kavin menjadi tidak sabaran. Tiga puluh menit berlalu sejak keduanya meninggalkan apartemen namun sepatah kata masih tidak terucap. Kavin mendengus pelan, kembali menenangkan diri. Pun ketika ia merasakan jika sang kekasih tengah sibuk sendiri di sampingnya, Kavin memilih untuk berfokus pada jalan di depan. Berfokus pada jalanan yang sekarang begitu sepi, tak ada seseorang pun yang berada di jalan kecuali dirinya.

Fokusnya terpecah ketika ia mendengar sebuah desahan lolos dari kekasihnya. Pun dengan pendingin mobil yang menyala dan Kavin memutuskan untuk menoleh. Wajahnya terpaku, juga dengan rahang yang mengeras ketika matanya bertumbuk pada aktivitas yang tengah dilakukan oleh kekasihnya. Kavin mendesah untuk kesekian kalinya, mengetahui mengapa kekasihnya dalam mood yang buruk, menegtahui diamnya kekasihnya yang disebabkan sebab tengah terangsang. Iya, kekasih cantik nan nakal itu tengah horny. Di pukul dua pagi, di depan publik.

Tubuhnya yang bersandar mengikuti kursi yang diposisikan agar ia lebih nyaman, juga dengan baju yang sudah terbuka hingga dada, celana yang melorot ke bawah, tangan cantiknya yang lentik bergerak dengan sibuk, memenuhi lubang juga bergerak naik turun pada penisnya yang sudah tegak sempurna. Menjadi tontonan elok sang kekasih yang sulit berfokus pada jalanan. Mobilnya yang berjalan cepat kini lebih lambat, pun dengan mata Kavin yang tengah mencari tempat parkir.

“Nghh ….” Sebuah lenguhan kembali lolos kala Levi dengan sengaja bermain pada pucuk dadanya yang sudah merah, merekah siap untuk disantap*. Makes Kavin groan when Levi’s pretty fingers make the entrance of his own hole which is usually filled with his big dick. Kavin is always proud of his own thing, always successful in making the younger screaming & crying because of how good the feeling is.*

“Fuck.” Balasan dari sang kekasih yang sudah amat sangat kesulitan dengan pemandangan di sampingnya. Frustrasi sebab tidak menemukan tempat yang pas.

Pun Levi seolah tak peduli dengan ke frustrasian kekasihnya, masih bermain sendiri, membuat kekacauan pada tubuhnya yang sudah sangat sensitif, desahannya nyaring memenuhi mobil. Menjadi suara yang membuat Kavin sesak, pun dengan selatannya yang sudah mengeras di balik celana jeansnya. Pemandangan di sampingnya jelas membuat Kavin tidak tenang. Tangannya erat pada setir mobil, menahan diri untuk tidak langsung menyentuh Levi. Tahu jika tangannya tak akan berhenti jika sudah menyentuh tubuh kekasihnya.

Desahan demi desahan keluar, dengan nama Kavin menjadi satu-satunya nama yang keluar dari mulut jahanam kekasihnya yang sudah mengeluarkan liur, dengan mata yang sudah mengeluarkan air mata sebab keenakan dengan dirinya sendiri. Pun dengan pemandangan Kavin yang garang, menyetir dengan satu tangan sebab tangannya yang kiri bergerak gelisah, terus berusaha menjauhkan tangannya dari sang kekasih.

Tentu ini yang Levi inginkan. Melihat kekasihnya mencoba untuk menahan diri tak menyentuhnya meski ia pun tidak akan protes jika Kavin tiba-tiba menghentikan mobilnya di sembarang tempat dan menggantikan jarinya dengan penis besar Kavin, tak peduli jika ada manusia lain berlalu lalang. Or that's what Levi actually wanted. Ia menginginkan semua mata tertuju padanya dan sang kekasih. Melihat bagaimana gagahnya sang kekasih mengehentakkan pinggulnya, memenuhi lubangnya dengan penisnya yang besar dengan mulut yang tak lepas dari dadanya, membuat seluruh inci kulitnya penuh dengan tanda merah.

Juga dengan pikiran Kavin yang sudah penuh akan bayangan penisnya memenuhi lubang hangat kekasihnya. Memang, beberapa hari terakhir ini, sebab keduanya sama-sama sibuk, mereka tak sempat menyalurkan kebutuhan mereka sehingga apa yang dilakukan Levi sekarang ini adalah hal yang cukup membuat Kavin mendesah lega. Ia juga sudah menahan diri sejak beberapa hari lalu sebab tak ingin membuat sang kekasih kelelahan esok harinya.

And Kavin doesn’t know where to go, eyes glimmering, looking back and forth over his sexy boyfriend, almost naked. They don’t care about their surroundings and know that the road is empty. Making it feel like the world is only full only by them. Kavin’s eyes are full of lust, deep and greedy. Stepping the pedals of his car, one hand focused and the steering wheel, the other hand making its way to his boyfriend’s body. Tak peduli jika ia nantinya akan membuat Levi tak bisa bergerak esok hari, tak lagi peduli pada dunia dan seisinya. Menyombongkan diri pada dunia bahwa saat ini, hanya dirinya yang bisa menyentuh kekasih cantiknya. Hanya ia seorang.

Kavin’s fingers lingered on his boyfriend's skin. Tracing it like it’s an art piece, making Levi whimper again, not that he is complaining about it. Levi lets his boyfriend ‘do’ him, and he can’t shut his own mouth, just like how always Kavin likes it. He whimpers, toe-curling like it has its own mind. Letting the big hand play it, looking hot while driving the car in one hand. His eyes focused on the road, making Kavin look more sexy, just like Levi liked it.

Jari Kavin menemukan pusat sensitif kekasihnya. Pucuk yang merah merekah tak tersentuh, terasa keras sebab masih dirundung dengan rangsangan pada lubangnya yang penuh. Tangan Kavin meremas dada Levi, kekasihnya bergerak perlahan untuk mendekatkan tubuhnya, memudahkan sang kekasih bermain pada dadanya. Membiarkan jari dingin itu menyapa aerolanya, meremas juga memelintir, bermain di pucuknya dengan mulut yang tak berhenti bersuara dan tubuh yang menggelinjang keenakan.

Levi’s sperm is leaked from his penis, mendesah tak karuan dengan sentuhan dingin dari kekasihnya yang terlihat begitu panas. Penisnya mengeras dan ia segera memainkannya. Mengejar orgasme yang sudah berada di depan mata. Levi feels like he’s on the nine cloud. He felt his body trembling because of his boyfriend's hand. Then he positioned himself, back on the door, making it easier for Kavin to insert his fingers on his hole. He moaned, making a mess all over Kavin’s car, not that his boyfriend would complain about it. Lagi-lagi, tak mempedulikan jalanan yang lenggang meski tahu jika bebapa kendaran masih berlalu lalang. Malah membuat Levi semakin gencar bergerak, meenggelinjang keenakan atas tiga jari Kavin yang memenuhi lubangnya. Mendesah tak karuan, memenuhi mobil juga telinga Kavin yang semakin bergerilya menggerakkan jarinya.